Aku diam. Melamun, memikirkan waktuku yang mulai terenggut pergantian tahun. Momen ini memang memberi makna yang berbeda. Sedih, senang, haru, macam-macam. Boleh-lah mengintip kembali. Mencoba mencari satu-dua hal menarik. Dan benar, itu selalu tentang kita. Walau rasanya kini tabu untuk dituai, tapi biarlah. Sekilas saja, sekali ini tak apa. Toh, ini yang terakhir.
Dulu sekali, aku ingat, kita tidak
pernah tahan untuk bungkam. Kau dan aku akan bercerita tentang apa saja.
Tentang anjingku yang baru belajar salam, tentang kelas yang tadi kau ikuti
sebelum bertemu aku. Kita akan bertanya-tanya sejak kapan parkiran kantonk naik
seribu perak. Kita akan berdebat gerobak mie ayam mana yang paling enak. Kita
akan menolak untuk lebih dulu terlelap, enggan menjadi yang pertama mengucapkan
selamat malam
Luar biasa bagaimana waktu bisa
berjalan sambil membuat kita terlena. Satu demi satu detail akan terlewat, dan
kita terseok maju ke depan seperti mobil tua yang kehabisan pelumas. Perlahan
kita lupa rasanya menjadi kita.
Tapi, mungkin juga aku salah. Mungkin
juga ini memang hal yang biasa saja. Karena begitulah waktu akan hadir, di satu
kesempatan waktu akan datang sambil membawa pupuk, menyuburkan apa saja yang
telah ditabur benihnya. Di satu kali lain, dia akan datang membawa kemarau
panjang. Mengerontangkan apa yang tadinya bersemi hijau menjadi gersang.
Mungkin memang cerita tentang waktu dan kenangan bukan tentang jumlah harinya, berapa lamanya, atau sekian banyak durasinya. Ini lebih berbicara tentang kualitas, soal arti dari tiap detik-detik tersebut. Tapi, entah sial atau beruntung ada saja yang teringat tentang kita. Aku juga tidak tahu, dan tidak mau tahu lagi.
Don't count the days, make the days count.
Aku masih dalam ketiadaan kata.
Belenggu bisu masih memborgol lisan.
Karena itu, biarkan aku merenung,
sebentar saja.
Belenggu bisu masih memborgol lisan.
Karena itu, biarkan aku merenung,
sebentar saja.
@albert_karwur
31 December 2014
No comments:
Post a Comment