Sunday, December 25, 2011

THE GOLD WRAPPING PAPER - An Inspiring Christmas Story



Once upon a time, there was a man who worked very hard just to keep food on the table for his family. This particular year a few days before Christmas, he punished his little five-year-old daughter after learning that she had used up the family's only roll of expensive gold wrapping paper.

As money was tight, he became even more upset when on Christmas Eve he saw that the child had used all of the expensive gold paper to decorate one shoebox she had put under the Christmas tree. He also was concerned about where she had gotten money to buy what was in the shoebox.

Nevertheless, the next morning the little girl, filled with excitement, brought the gift box to her father and said, "This is for you, Daddy!"

As he opened the box, the father was embarrassed by his earlier overreaction, now regretting how he had punished her.

But when he opened the shoebox, he found it was empty and again his anger flared. "Don't you know, young lady," he said harshly, "when you give someone a present, there's supposed to be something inside the package!"

The little girl looked up at him with sad tears rolling from her eyes and whispered: "Daddy, it's not empty. I blew kisses into it until it was all full."

The father was crushed. He fell on his knees and put his arms around his precious little girl. He begged her to forgive him for his unnecessary anger.

An accident took the life of the child only a short time later. It is told that the father kept this little gold box by his bed for all the years of his life. Whenever he was discouraged or faced difficult problems, he would open the box, take out an imaginary kiss, and remember the love of this beautiful child who had put it there.


In a very real sense, each of us has been given an invisible golden box filled with unconditional love and kisses from our children, family, friends and God. There is no more precious possession anyone could hold.

Monday, December 19, 2011

One of the Greatest Love story of China


Satu kisah cinta baru-baru ini keluar dari China dan langsung menyentuh seisi dunia. Kisah ini adalah kisah seorang laki-laki dan seorang wanita yang lebih tua, yang melarikan diri untuk hidup bersama dan saling mengasihi dalam kedamaian selama setengah abad.




Laki-laki China berusia 70 tahun yang telah memahat 6000 anak tangga dengan tangannya (hand carved) untuk isterinya yang berusia 80 tahun itu meninggal dunia di dalam goa yang selama 50 tahun terakhir menjadi tempat tinggalnya. 50 tahun yang lalu, Liu Guojiang, pemuda 19 tahun, jatuh cinta pada seorang janda 29 tahun bernama Xu Chaoqin.


Seperti pada kisah Romeo dan Juliet karangan Shakespeare, teman-teman dan kerabat mereka mencela hubungan mereka karena perbedaan usia di antara mereka dan kenyataan bahwa Xu sudah punya beberapa anak.


Pada waktu itu tidak bisa diterima dan dianggap tidak bermoral bila seorang pemuda mencintai wanita yang lebih tua. Untuk menghindari gossip murahaan dan celaan dari lingkungannya, pasangan ini memutuskan untuk melarikan diri dan tinggal di sebuah goa di Desa Jiangjin, di sebelah selatan Chong Qing. 


Pada mulanya kehidupan mereka sangat menyedihkan karena tidak punya apa-apa, tidak ada listrik atau pun makanan. Mereka harus makan rumput-rumputan dan akar-akaran yang mereka temukan di gunung itu. Dan Liu membuat sebuah lampu minyak tanah untuk menerangi hidup mereka. Xu selalu merasa bahwa ia telah mengikat Liu dan is berulang-kali bertanya,"Apakah kau menyesal?" Liu selalu menjawab, "Selama kita rajin, kehidupan ini akan menjadi lebih baik".


Setelah 2 tahun mereka tinggal di gunung itu, Liu mulai memahat anak-anak tangga agar isterimya dapat turun gunung dengan mudah. Dan ini berlangsung terus selama 50 tahun. Setengah abad kemudian, di tahun 2001, sekelompok pengembara (adventurers) melakukan explorasi ke hutan itu. Mereka terheran-heran menemukan pasangan usia lanjut itu dan juga 6000 anak tangga yang telah dibuat Liu.


Liu Ming Sheng, satu dari 7 orang anak mereka mengatakan, "Orang tuaku sangat saling mengasihi, mereka hidup menyendiri selama lebih dari 50 tahun dan tak pernah berpisah sehari pun. Selama itu ayah telah memahat 6000 anak tangga itu untuk menyukakan hati ibuku, walau pun ia tidak terlalu sering turun gunung.


Pasangan ini hidup dalam damai selama lebih dari 50 tahun. Suatu hari Liu yang sudah berusia 72 tahun pingsan ketika pulang dari ladangnya. Xu duduk dan berdoa bersama suaminya sampai Liu akhirnya meninggal dalam pelukannya. Karena sangat mencintai isterinya, genggaman Liu sangat sukar dilepaskan dari tangan Xu, isterinya.

"Kau telah berjanji akan memeliharakanku dan akan terus bersamaku sampai akan meninggal, sekarang kau telah mendahuluikun, bagaimana akan dapat hidup tanpamu?" Selama beberapa hari Xu terus-menerus mengulangi kalimat ini sambil meraba peti jenasah suaminya dan dengan air mata yang membasahi pipinya.

Pada tahun 2006 kisah ini menjadi salah satu dari 10 kisah cinta yang terkenal di China, yang dikumpulkan oleh majalah Chinese Women Weekly. Pemerintah telah memutuskan untuk melestarikan "anak tangga cinta" itu, dan tempat kediaman mereka telah dijadikan musium agar kisah cinta ini dapat hidup terus.

thanks for reading guys :)
taken from 
http://main.man3malang.com/index.php?name=News&file=article&sid=1379

Tuesday, December 13, 2011

Blood Mary the Real Story

She lived deep in the forest in a tiny cottage and sold herbal remedies for a living. Folks living in the town nearby called her Bloody Mary, and said she was a witch. None dared cross the old crone for fear that their cows would go dry, their food-stores rot away before winter, their children take sick of fever, or any number of terrible things that an angry witch could do to her neighbors.

Then the little girls in the village began to disappear, one by one. No one could find out where they had gone. Grief-stricken families searched the woods, the local buildings, and all the houses and barns, but there was no sign of the missing girls. A few brave souls even went to Bloody Mary's home in the woods to see if the witch had taken the girls, but she denied any knowledge of the disappearances. Still, it was noted that her haggard appearance had changed. She looked younger, more attractive. The neighbors were suspicious, but they could find no proof that the witch had taken their young ones.

Then came the night when the daughter of the miller rose from her bed and walked outside, following an enchanted sound no one else could hear. The miller's wife had a toothache and was sitting up in the kitchen treating the tooth with an herbal remedy when her daughter left the house. She screamed for her husband and followed the girl out of the door. The miller came running in his nightshirt. Together, they tried to restrain the girl, but she kept breaking away from them and heading out of town.

The desperate cries of the miller and his wife woke the neighbors. They came to assist the frantic couple. Suddenly, a sharp-eyed farmer gave a shout and pointed towards a strange light at the edge of the woods. A few townsmen followed him out into the field and saw Bloody Mary standing beside a large oak tree, holding a magic wand that was pointed towards the miller's house. She was glowing with an unearthly light as she set her evil spell upon the miller's daughter.

The townsmen grabbed their guns and their pitchforks and ran toward the witch. When she heard the commotion, Bloody Mary broke off her spell and fled back into the woods. The far-sighted farmer had loaded his gun with silver bullets in case the witch ever came after his daughter. Now he took aim and shot at her. The bullet hit Bloody Mary in the hip and she fell to the ground. The angry townsmen leapt upon her and carried her back into the field, where they built a huge bonfire and burned her at the stake.

As she burned, Bloody Mary screamed a curse at the villagers. If anyone mentioned her name aloud before a mirror, she would send her spirit to revenge herself upon them for her terrible death. When she was dead, the villagers went to the house in the wood and found the unmarked graves of the little girls the evil witch had murdered. She had used their blood to make her young again.

From that day to this, anyone foolish enough to chant Bloody Mary's name three times before a darkened mirror will summon the vengeful spirit of the witch. It is said that she will tear their bodies to pieces and rip their souls from their mutilated bodies. The souls of these unfortunate ones will burn in torment as Bloody Mary once was burned, and they will be trapped forever in the mirror.


Bloody Mary Returns: When her evil stepmother kills both her brothers, a young girl must fight for her life using every resource she has at her disposal.

Tuesday, December 6, 2011

Anak-anak Indigo

Anak-anak Indigo*
dan Zaman Keemasan

Disusun dari acara Supreme Master TV -  “Evolusi Indigo”, sebuah film dokumenter karya James Twyman (Episode #266 ~ #268)

“Mereka adalah masa depan kita. Dan mereka berada di sini cuma untuk membantu mengantarkan kita menuju Zaman Keemasan, dimana kasih akan mengalahkan rasa takut, kesadaran akan mengalahkan kegelapan batin.” ~Phil Gruber
“Pesan yang dibawa adalah bahwa inilah masa yang telah kita tunggu-tunggu. Kita siap untuk mengubah dunia ini menjadi sebuah dunia yang dilandasi oleh hukum kasih.” ~ James Twyman
Siapakah Anak-Anak Indigo itu? 
Laporan berikut ini menggambarkan beberapa anak berbakat yang sering dianggap sebagai ”Anak-Anak Indigo” karena aura mereka yang dilaporkan berwarna nila (indigo). Mistikus Amerika Edgar Cayce (1877 – 1945), yang mampu melihat aura orang lain, mengatakan bahwa kelompok-kelompok individu yang luar biasa dan amat mengagumkan akan mulai turun berinkarnasi ke Bumi selambat-lambatnya pada abad ke 20 dan seterusnya.Ia mengatakan bahwa mereka akan datang dengan sebutan Anak-Anak Indigo.
  • Seorang anak perempuan berumur 8 tahun mengatakan kepada ibunya yang bekerja sebagai polisi wanita bahwa dia telah lama menunggu untuk dilahirkan di Bumi ini dan untuk memperoleh ibunya sebagai orang tua. Dia mengatakan bahwa dia mempunyai sebuah misi. Ibunya mengatakan bahwa anaknya nampak sangat bijak dan tahu segalanya – sebuah ”jiwa yang sudah tua”.
  • Akiane’s paintings from age 4 to 11.  
    Akiane, berumur 10 tahun, mengatakan bahwa pada saat berumur 4 tahun, dia mendapat penglihatan bertemu dengan Tuhan dan bertemu orang-orang baru. Ia mendapat inspirasi dari Tuhan untuk menggambar, menulis puisi, dan berbagi talenta-Nya dengan orang lain. Ia sering menggambar berbagai benda tanpa mengerti maknanya, seperti misalnya piramid. Ia berkata, “Saya mulai mengerti bahwa ini adalah Tuhan; ini semuanya Tuhan. Ia membantu saya melalui bakat seni saya; Ia membantu saya lewat puisi saya, kehidupan saya, dan kehidupan orang lain. Ia menjaga saya seperti layaknya saya seekor kupu-kupu kecil. Saya ingin karya seni saya  menarik perhatian orang kepada Tuhan dan saya ingin puisi saya menjaga perhatian orang kepada Tuhan.” Salah satu puisinya berbunyi: “Pada hari kelahiranku, aku berjumpa dengan diriku sendiri. Pada hari kelahiranku, aku berjumpa dengan ibuku yang masih muda. Pada hari kelahiranku, aku berjumpa dengan Kristus yang sedang tidur di ayunanku.”

Akiane is painting.
  • Ketika Joshua berumur kira-kira 3 tahun, ia bepergian dengan ayahnya.Tiba-tiba ia bertanya mengenai “Michelangelo”, ingat bahwa “ia pernah melukis langit”. Ayah Joshua berkata, “Ya, benar. Ia memang pernah melukis langit di sebuah gereja besar dan melukis benda-benda lainnya.” Ayahnya bertanya kepada Joshua, ”Kenapa? Apakah kamu tahu tentang dia atau bagaimana?” Joshua menjawab, “Ya, ya, saya mengetahuinya, ia adalah seorang pria yang baik. Kejadiannya sudah sangat lama, lama sekali.”
  • Boriska, seorang anak laki-laki dari kota Volzhsky, Rusia, mampu mengingat dan  dengan gamblang menceritakan kehidupan sebelumnya di planet Mars. Boriska  mampu berbicara dengan kata-kata dan kalimat yang jelas ketika ia baru berumur delapan bulan. Pada umur tiga tahun, ia bercerita tentang alam semesta kepada orang tuanya. Ia juga mulai memberi nasehat kepada orang lain untuk meningkatkan standar moral mereka. Ia memperingatkan orang-orang tentang perubahan-perubahan yang akan terjadi di Bumi. Para ilmuwan mampu memotret auranya dan mendapati auranya berwarna indigo, yang menunjukkan bahwa “ia adalah orang yang bahagia dengan IQ yang tinggi.”
Mengidentifikasi Anak-anak Indigo
Sandra Sedgbeer, seorang redaktur dan penerbit majalah: “Anak-anak yang lahir saat ini nampaknya mempunyai lebih banyak “perangkat lunak” yang telah dimasukkan ke sistem mereka. Mereka adalah lompatan evolusioner; mereka menunjukkan pada kita ke mana langkah tujuan kita sebagai spesies. Dan saya yakin bahwa anak-anak ini lahir dengan susunan saraf yang kemampuannya lebih tinggi. Kita semua juga memiliki kemampuan seperti itu, tetapi kita telah kehilangan itu lebih dari ratusan tahun lalu.”
Neale Donald Walsch, pengarang: “Menurut saya, anak-Anak Indigo adalah anak-anak yang kesadarannya berkembang secara dramatis mengenai semua hal yang ada di sekitar mereka, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan.”
Elizabeth Green, pengarang dan dosen: “Mereka memiliki dasar spiritual yang sangat tinggi. Tidak religius, tetapi spiritual.... Mereka mempunyai perasaan yang dapat mengetahui adanya kekuatan yang lebih tinggi.”
Elijah, seorang musisi: “Ada beberapa Indigo yang turun ke planet ini membawa pedang kemauan, pedang kekuatan, untuk memangkas paradigma lama dan menembus ilusi. Ada yang membawa welas asih yang lembut dan ada yang membawa bahasa baru cahaya dan suara…Kenapa para Indigo ke sini? Para Indigo ke sini untuk menjembatani Surga dan Bumi.
Membesarkan Anak-anak Indigo 
Karena  kemampuan khusus yang dimiliki oleh Anak Indigo, mereka menghadirkan tantangan baru bagi orang tua mereka maupun sistem sekolah yang ada saat ini untuk  menemukan cara yang tepat demi membantu dan membimbing mereka. Sistem yang ada saat ini tampaknya tidak memiliki cukup instrumen untuk menyediakan lingkungan yang tepat demi memenuhi kebutuhan mereka. Banyak anak berbakat yang tidak bisa menyesuaikan diri dengan sekolah sehingga mereka dikatakan bermasalah seperti terkena Gangguan Pemusatan Perhatian (Attention Deficit Disorder) atau autisme. Sebenarnya, kemampuan mereka jauh di depan. Kebutuhan mereka lebih banyak. Di samping mengajarkan cara menghafalkan data, banyak pendidik menyatakan bahwa sekolah juga seharusnya mengajarkan anak-anak cara mengambil keputusan, cara makan yang benar, bahkan cara menanam bahan makanan, dan cara untuk bermeditasi. Sekolah semestinya mengusahakan cara-cara untuk memanfaatkan apa yang ada dalam diri anak, membuka kebijaksanaannya yang bersemayam di sana secara alami.
 Kita Semua adalah Anak-anak Indigo 
Sepanjang sejarah, Anak-anak Indigo senantiasa memberkati planet ini, meskipun kadang-kadang mereka barangkali disebut dengan istilah yang berbeda. Saat ini, beberapa pakar tidak mau memberi julukan anak manapun sebagai anak Indigo: ”Karena kita semuanya adalah anak-anak Tuhan, mereka ini hanya orang-orang yang tidak melupakan ajaran Tuhan.Pada akhirnya, kita semua akan sama. Kita semua bisa mengerjakan ini.” Pada dasarnya, setiap orang adalah anak Indigo karena setiap orang mempunyai bakat khusus. Yang disebut dengan “Anak-anak Indigo” adalah anak-anak yang sadar akan kemampuan mereka, sedangkan anak-anak lainnya membutuhkan latihan yang lebih banyak serta latihan spiritual untuk menemukan kembali bakatnya yang terpendam. Dalam gambaran yang lebih besar, setiap makhluk hidup berevolusi sebagai manusia untuk menjadi lebih baik dan semakin menyerupai Tuhan.
Menurut Gary Zukave, “Kita sedang berada di tengah-tengah besarnya perubahan kesadaran manusia yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dan perubahan pada kesadaran umat manusia ini akan menata ulang apa yang akan dilakukan oleh manusia. Perubahan itu menata ulang jutaan individu dan, menurut saya, dalam beberapa generasi saja, ia akan menata ulang seluruh pengalaman umat manusia. Dan dengan demikian, perubahan itu akan melahirkan anak-anak dalam lingkup persepsi baru yang lebih luas, dan perubahan itu akan memperbesar persepsi mereka yang sedang menjalani kehidupan di dunia ini….Peristiwa besar itu bukanlah kemunculan Anak-Anak Indigo, tetapi kelahiran sebuah dunia Indigo.” 
Orang-orang mungkin belum tahu, bahwa atas berkat rahmat Tuhan, sesungguhnya dunia ini telah berkembang maju menjadi sebuah Dunia Emas, tidak hanya sebuah dunia Indigo. Sebagaimana disampaikan oleh Maha Guru Ching Hai dalam ceramah-Nya di Panama pada tanggal 30 November 1989: ”Kita tengah berada dalam zaman yang sedang berubah... Zaman ini diperkirakan akan menjadi sebuah zaman yang sangat spiritual dan penuh dengan kedamaian bagi umat manusia. Bukan zamannya yang mempengaruhi kita, tetapi umat manusialah yang telah berkembang, dan kini sedang menyelesaikan lingkaran evolusi menelusuri puncaknya yang tertinggi. Ketika kita sampai pada puncak spiritual dan evolusi yang tertinggi, kita katakan kita berada pada Zaman Keemasan.”    

Menurut Edgar Cayce, ”Indigo dan warna lembayung mengindikasikan para pencari dari segala jenis, orang-orang melakukan pencarian karena alasan tertentu atau untuk memperoleh pengalaman spiritual.” Menurut latihan yoga kuno, indigo adalah warna cakra mata ketiga.

sumber : http://kontaktuhan.org/news/news186/fr_26.htm