Friday, December 13, 2013

Kisah Gadis Cengeng Penghuni Pulau Terpencil

Kau adalah anak kecil yang menghuni pulau terpencil ditengah laut biru. Pulau itu cukup berisik karena banyak penghuninya; para pohon, binatang lengkap dengan seekor mamoth. Setiap paginya, kau membangunkan mereka; dan malamnya menyiapkan makan untuk mereka semua. Terus begitu setiap harinya, sampai aku datang. Di suatu malam pada musim dingin yang penuh dengan hujan badai, laut mengantarkanku kepadamu. Akhirnya setelah bertahun-tahun berkelana di laut, aku si surat dalam botol mendaratkan langkah di pulaumu. Pertemuan pertama kita bukan memori yang romantis, kau hanya melihatku dari luar; sebuah botol tanpa mau membuka surat di dalam perut botol. Dengan bodohnya aku memaksamu dengan segala modusku untuk membukaku; sebuah kotak "pandora". Rupanya kau juga kaget, aku masih putih bersih, polos tanpa noda. Sejenak kau pikir aku tidak menarik, namun seiring mencairnya waktu kaupun mengambilku; si surat bodoh. Kau bawa kemanapun kau pergi, dan aku jadi paham runyamnya keadaan di pulau terpencil itu. Sampai suatu ketika kau memantapkan hati untuk mengambil pena dan menulis di tubuhku. Hangat rasanya tinta itu mendarat di tubuhku, akhirnya ada tinta yang menempel. Kau bawa aku kemanapun kau pergi, siang dan malam. Aku jadi akrab dengan para penghuni pulau, mereka semua. Dan sejak itu, aku yang jadi pelengkap tidurmu, begitupun kau. Dan aku tertidur lelap dalam sakumu, sampai musim dingin datang kembali.


Hujan yang deras sekali menghujam pulau, dan aku terjatuh dari sakumu tanpa kau sadari. Aku yang terbawa arus hujan tak berdaya, dan terseret sampai tepian pantai. "Kamu dimana ? Lagi dimana ?" teriakmu sambil resah mencariku. Tidak ada jawaban, tidak ada balasan. Karena cuaca yang buruk, para penghuni hutan yang sudah lama tidak kau sapa menjagamu untuk tidak keluar mencariku di tepian pantai, karena berbahaya pasang surutnya. Aku yang terlanjur berada dalam maut, terhanyut di perairan sekitar. Selama berhari-hari, bahkan berbulan-bulan aku hilang, tidak pulang-pulang. Sampai suatu hari aku kembali ke pulau. Kau sudah berubah, begitu pula aku. Seolah lupa, wajar saja karena tinta yang dulu kau tulis sudah luber terhanyut di laut. Hanya tersisa beberapa noda di suratku, yang melengkapi ingatanmu terhadapku. Sejenak kau coba menulis kembali, namun tetap percuma karena tubuhku yang sudah lama basah.

Aku sedih, kaupun begitu. Aku sedih melihatmu begitu, begitu gigihnya mencoba menulis kembali. Namun tidak bisa. Aku tidak tega, tak tahan lagi. Entah sampai kapan aku akan mengering di tengah musim dingin ini. Hanya di laut lepas, aku bisa kering terkena panasnya terik matahari. Lalu aku menyuruhmu untuk mengembalikanku dalam botol agar lepas di laut. Kau hanya diam, lalu menangis. Seisi pulau tidak senang melihatmu menangis, begitu pula aku. Lalu kubatalkan permintaanku, agar reda tangisanmu. Ternyata keputusanku salah, karena membuatmu menderita lebih lama tanpa bisa menulis.

Sampai suatu siang, akhirnya kau bersedia mengantarkanku pergi. Kembali ke laut lepas, yang tak jelas arahnya. Sudah terlalu banyak beban yang kau tahan tanpa bisa menulis, hingga kaupun berbuat begitu. Aku paham, dan mungkin ini yang terbaik untuk terjadi. Kau menggulungku dengan tangan kecilmu, dan kembalikanku dalam botol. Dengan kecupan terakhir di pentup botol, kau lempar aku di laut lepas. Sejauh mungkin agar kelak cepat mengering.

Entah kemana aku akan pergi, yang jelas tujuanku adalah suatu pulau. Hanya Tuhan yang tahu kemana arus membawaku, kemanapun itu. Bisa jadi ketempatmu, atau ketempat orang lain. Atau bisa saja, saat aku berkunjung ke pulaumu; sudah ada surat lain, kita tidak tahu. Kudoakan yang terbaik untukmu, gadis cengeng. Aku tahu mungkin sekarang kau sedang menangis, tapi aku mau melihatmu tersenyum. Aku hanya berharap seiring kau baca cerita indah yang telah kita lalui, kau dapat tersenyum. Tentunya, setelah ini kau harus tetap tersenyum juga dalam hidupmu. Walaupun seringkali aku mengeluh, tapi karena aku punya kesempatan untuk bertemu denganmu, aku benar-benar berterimakasih. Sempat bertemu denganmu, menghabiskan waktu denganmu, aku sangat bahagia. Pasti aku sangat beruntung bertemu denganmu, karena itu aku mau melihatmu tersenyum.

Selamat tinggal, sekali lagi kuucapkan terimakasih dari lubuk hatiku yang paling dalam.

~lachje

@albert_karwur
14 Desember 2013