Friday, January 31, 2014

Foto

Foto itu menggambarkan seribu kata. Tidak perlu caption atau penjelasan lebih, itu sudah cukup. Bukannya mau subjektif, hanya saja senyummu itu tidak menipu. Tanpa kau jelaskanpun, aku sudah tau kamu cukup bahagia. Tapi kamu itu, memang tidak adil. Kamu memilih tersenyum, mencuri hati semua orang. Kamu memang cantik. Siapa yang tidak terpukau melihatmu ? melihat duniamu ? Kurasa itu sebabnya juga; banyak yang mejagamu, mengkhawatirkanmu. Bagi beliau yang berlaku demikian, sungguh terimakasih banyak. Terlalu berharga senyum itu, aku sungguh takut ketulusannya rusak. Senang, tapi juga sedih; karena tidak bisa menjadi beliau. Beliau yang mengisi harimu, dan menyelimuti hatimu. Bukannya tidak mampu, tapi belum bisa menjadi Beliau. Aku hanya berdoa yang terbaik untuk esok hari. Terus berharap, kelak kapan kesempatanku berfoto denganmu.

Kelak, suatu saat nanti.
Tunggulah.

@albert_karwur
1 February 2014


Monday, January 13, 2014

Parfummu


Aroma yang kau sebar, bukan yang kusukai. Baunya bukan seperti ini, lebih lembut; yang ini rasanya seperti bau pohon cemara ditengah hujan gerimis. Pilu, seolah berwarna biru. Bau ini terasa pekat di hidungku, sangat menyengat; tidak seperti raut di wajahmu. Jangan kau gambarkan tawa dengan bau ini, terasa munafik.

Darimanakah kau dapat wewangian ini? Kudengar parfum ini kau dapati dari kios di persimpangan jalan menuju tugu tua. Kuakui, parfum buatan kios tersebut banyak disukai orang, hanya saja tidak cocok denganmu. Ini terlalu pekat dengan bahan-bahan anorganik; mungkin saja sudah tercampur dari bahan-bahan yang dapat merusak kulitmu.

Lihat mukamu, palsu bukan? Sudahlah, jangan menangis. Aku sudah tau reaksimu akan begitu, klasik sekali. Aku tidak marah kok. Kenapa sedih ? Kau rindu dirimu yang lama bukan ?

Beruntungnya aku sudah siapkan resep parfummu itu, karena aku sangat suka itu. Bahan-bahannya organik, langsung dari taman desa kok. Kau hanya butuh 3 buah jahe pertemanan, 2 siung bawang semangat, dan setetes madu kekeluargaan; rebus dengan daun tawa. Jadilah parfumnya; kini, semprotkan saja sekali ke tubuhmu.

Harum kan?
Kenapa hanya menyengir?
Kau pasti senang kan?

Aku sudah tau reaksimu akan begitu, klasik sekali.




@albert_karwur
13 January 2014

Saturday, January 11, 2014

Gosip itu kata Sifat

Salah satu  tindakan yang paling saya benci di dunia ini adalah bergosip. Apalagi kalo tidak hanya membicarakan orang lain, tapi lebih merujuk kepada menjelek-jelekkan orang lain. Tidak ada gunanya, tidak ada hikmahnya. Kalanya pada jaman sekarang banyak sekali manusia dengan jenis seperti ini. Saking banyaknya, mungkin kini kata kerja tersebut dapat digolongkan dalam kata sifat. Iri hati, dendam, terluka, salah pengertian, dan masih banyak lagi alasan manusia melakukan tindakan ini. Apalagi kalau anak muda jaman sekarang yang biasa habis putus, pihak laki-laki menjelek-jelekkan mantannya; begitu pula pihak perempuan. Seringkali tindakan ini juga dijadikan propaganda politik untuk menjatuhkan seseorang. Seseorang menyebar isu yang nyentrik, dan umumnya bersifat menjatuhkan dengan tujuan agar pandangan masyarakat sekitar berubah.

Dapat dikatakan dalam peristiwa ini ada 3 pihak. Pihak pertama adalah orang yang memiliki masalah dengan orang lain (pihak kedua), sedangkan pihak kedua bergosip pada lingkungan pertemanannya (pihak ketiga). Umumnya dalam keadaan begini, pihak pertama dan kedua akan saling menjelek-jelekkan satu sama lain pada pihak ketiga. Saya kira ini cukup keliru. Sifat kekanak-kanakan untuk bergosip ria ini pasti sangat disebabkan oleh terlalu sempitnya pikiran sehingga tidak mau berpikir objektif; berpikir dalam banyak perspektif. Pasti setiap orang yang melakukan tindakannya berbuat demikian sehingga membuat orang lain tersinggung karena berpegang pada nilai kebenarannya. Ia merasa tindakannya paling benar; dan tentunya sejalan dengan ideologi yang dianutnya sehingga pada akhirnya bergosip pada pihak ketiga, dengan harapan untuk menyelesaikan masalah, ataupun kepuasan semata. Hina sekali.

Hal ini tidak akan menyelesaikan masalah, malah membuatnya tambah parah. Masalah akan melebar ke lingkungan. Sekalipun akhirnya masalah terselesaikan; tetap akan menyisakan noda dalam benak lingkungan sekitar. Masalah seperti ini dapat terselesaikan dengan bertemunya pihak pertama dan kedua secara empat mata, dan bermusyawarah untuk menemukan titik terang dari permasalahan tersebut. Saya kira, masyarakat dewasa semestinya tau akan solusi ini namun tidak pernah terbersit untuk melakukannya. Kalaupun ada, pasti merupakan kaum minoritas.

Harapan saya hanya agar dunia ini bisa menjadi tempat yang lebih nyaman tanpa kehadiran perilaku-perilaku tidak terpuji seperti itu. Toh, kalaupun digosipkan seperti itu biarlah nantinya lingkungan sekitar yang menjudge sendiri apakah orang tersebut sesuai seperti yang digosipkan atau tidak.


@albert_karwur
11 January 2014

Hujan itu Indah


11 Januari 2014, hujan turun deras sekali setelah seharian kita beraktifitas dibawah terik matahari. Sepertinya bumi juga perlu membasuh dirinya, bak manusia yang perlu mandi. Mungkin dia merasa kotor? Entahlah. Terlepas dari itu, air terus bergerak mengisi pergerakan dalam bumi. Dia jatuh ke tanah, sungai, danau, maupun laut. Kemudian pada siang hari, bulir-bulir kecil tetesan air itu terangkat ke awan-awan dengan bantuan surya, atau yang biasa dikenal dengan istilah evaporate. Mereka akan terus berada diatas sana, hingga terkumpul kawan-kawannya yang menghitamkan awan. Setelah beribu liter air terkumpul di awan, mereka jatuh kembali ke bumi yang sering disebut hujan. Seringkali atraksi hujan ini dihiasai pertunjukkan dari petir yang menghiasi langit. Guntur bersahut-sahutan untuk melengkapi panggung konser langit; dan semua basah. Akan sangat beruntung jika kaudapati matahari melengkapi pertunjukkan ini, dapat terlihat busur langit dengan tujuh warna yang bermatamorfosis dari dispersi cahaya akan butiran hujan.

Indah bukan? Siapa bilang hujan tidak indah, hanya mereka yang belum pernah bermain dalam hujan yang akan mengeluh. Memang hujan sering digambarkan sebagai peristiwa yang menyedihkan, sering terlihat dalam adegan galau film romantis. Memang hujan mengingatkan kita berbagai peristiwa yang telah berlalu. Rasanya indah saja, dapat mengenang kembali berbagai perisitiwa saat memandangi hujan. Seperti sebuah mesin waktu, dan kemudian kita berandai; “seandainya saja”.


Malam ini kunikmati hujan yang turun dengan memutar lagu, sambil berandai-andai pada masa lalu. Rasanya malas kembali ke realita.

@albert_karwur
11 January 2014