Tuesday, December 30, 2014

Menjelajah Kenangan

Aku diam. Melamun, memikirkan waktuku yang mulai terenggut pergantian tahun. Momen ini memang memberi makna yang berbeda. Sedih, senang, haru, macam-macam. Boleh-lah mengintip kembali. Mencoba mencari satu-dua hal menarik. Dan benar, itu selalu tentang kita. Walau rasanya kini tabu untuk dituai, tapi biarlah. Sekilas saja, sekali ini tak apa. Toh, ini yang terakhir.

Dulu sekali, aku ingat, kita tidak pernah tahan untuk bungkam. Kau dan aku akan bercerita tentang apa saja. Tentang anjingku yang baru belajar salam, tentang kelas yang tadi kau ikuti sebelum bertemu aku. Kita akan bertanya-tanya sejak kapan parkiran kantonk naik seribu perak. Kita akan berdebat gerobak mie ayam mana yang paling enak. Kita akan menolak untuk lebih dulu terlelap, enggan menjadi yang pertama mengucapkan selamat malam

Luar biasa bagaimana waktu bisa berjalan sambil membuat kita terlena. Satu demi satu detail akan terlewat, dan kita terseok maju ke depan seperti mobil tua yang kehabisan pelumas. Perlahan kita lupa rasanya menjadi kita.

Tapi, mungkin juga aku salah. Mungkin juga ini memang hal yang biasa saja. Karena begitulah waktu akan hadir, di satu kesempatan waktu akan datang sambil membawa pupuk, menyuburkan apa saja yang telah ditabur benihnya. Di satu kali lain, dia akan datang membawa kemarau panjang. Mengerontangkan apa yang tadinya bersemi hijau menjadi gersang.

Mungkin memang cerita tentang waktu dan kenangan bukan tentang jumlah harinya, berapa lamanya, atau sekian banyak durasinya. Ini lebih berbicara tentang kualitas, soal arti dari tiap detik-detik tersebut. Tapi, entah sial atau beruntung ada saja yang teringat tentang kita. Aku juga tidak tahu, dan tidak mau tahu lagi.
Don't count the days, make the days count.
Aku masih dalam ketiadaan kata.
Belenggu bisu masih memborgol lisan.
Karena itu, biarkan aku merenung,
sebentar saja.

@albert_karwur
31 December 2014

Tuesday, November 11, 2014

Dingin

Kamu kedinginan? Aku juga kok, makannya ACnya kumatikan. Wajar saja demikian, melihat jemarimu menyelip mencari sela diantara kehangatan baju. Memang dingin kok akhir-akhir ini, cuacanya kurang bersahabat. Apalagi malam ini, baru saja selesai hujan turun; menyisakan gerimis berjatuhan tetes demi tetes membasahi jalan. Pecek, berkabut, dan tidak karuan. Terdengar sepertimu.

Aku memang pria yang sok tahu, pria mana yang tidak tahu? pria mana yang tidak peka kalau kau sedang sedih? Menangislah semampumu, toh malam masih panjang menemani. Sekalipun dingin, jangan biarkan dirimu ditelanjangi angin malam. Balutlah dirimu dengan baju hangat dan teh panas. Percayakan saja bahwa esok hari kan lebih cerah. Masa depanmu tidak akan berhenti disini.
Tersenyumlah.
Bagaimana?
Sudah lebih hangat?

Sunday, July 20, 2014

Mengintip


Bukan tanpa alasan aku suka mengintip. Karena kamu cantik? bukan. Manis? hahaha. Kalaupun iya, mestinya aku sudah neg dengan manisnya wajahmu karena saking manisnya. Jangan nyengir dulu, aku nggak nggombal kok. Sebenarnya menurut hakekat, melihatmu itu gratis. Toh, foto-fotomu juga banyak terpampang bergantian di walpaper laptopku. Jadi tidak usah repot mencari celahpun, memandangmu itu bebas; tanpa dosa. Namun, seindah-indahnya tayangan empat mata denganmu, tetap menjadi istimewa tiap kali aku mengintipmu. Seperti pada waktu kamu sedang tertidur pulas. Tapi lebih indah lagi saat kamu sedang berdoa. Kamu harus lihat wajahmu kala itu; istimewa. Nggak munafik.

Jangan nyengir lagi, aku nggak nggombal kok.
Ini seriusan.
hahaha

@albert_karwur
20 Juli 2014

Friday, May 16, 2014

Macet


"Aku nggak suka macet be, nggak suka banget. Makannya kuliah di Salatiga"

Jalan menuju rumah terasa panjang. Sebenarnya tidak jauh, hanya karena padat merayap kendaraan mengisi jalan; terhenti pula gerak perjalanan. Penuh dengan kebisingan dan asap polutan; wajar melihat kerutan-kerutan di dahi para pengemudi truk; tanda lelah, penuh penat. Sama seperti mereka, akupun juga begitu. Ingin rasanya menginjak pedal gas sekuat mungkin, agar cepat sampai di tujuan. Memang perjalanan kali ini terasa panjang, tapi apa daya usaha melawan keramaian. Hanya sosokmu yang terlihat kecil manis diujung jalan, membuatku semakin ingin berlari kencang. Aku hanya bisa mencari celah, sambil terseok-seok melintasi kerumunan; menahan keluhan yang lompat dari lidah.

Matahari mulai tenggelam, malam mulai menyerang;
dan Aku belum tiba di ujung jalan.

Tapi tidak usah khawatir,
Aku tidak tersesat kok.

Maaf bakal menunggu lama, macet di jalan.
Sama sepertimu,
Aku juga nggak suka macet kok.

17 Mei 2014
@albert_karwur

Saturday, May 10, 2014

I'm in love, and always will be

The more time I spend with you, the deeper I put myself into the joyous and complexity of love. I, surprisingly, find myself in an absolute bliss without having to pretend to be someone I’m not. In what other word can I describe this but love?

You came to my life all of a sudden, out of nowhere. Since then, I simply can't take my eyes off you. You came at the exact moment when I detest love as a mutual relationship. When I buried myself in a deep prejudice that women, indeed, does not love.

But you did come. Shed my tears away, and replace it with piles of laugh and joy. You'd showed me, and you still are, how an individual should be embraced just the way they are. That no matter how bad they look like, we shall find the very best of them in a most surprising way.

You taught me how to tell you everything I used to hide, to make me realized how I be loved by so many people, how I shouldn't think the other way around. You came to me, healing the wound I had for so long, that I get used to the bandage rather than to wound itself.

But then again, there's one question left yet hasn't been answered. What are you to me? A painting or furniture?

This particular question shall be my basic consideration on how far should we carry n this relationship. It’s a question even the adults often fail to identify. Thou, we have plenty of time to figure it out. For now, I just want to be able to touch the warmth of your skin, to smell the scent of your body, to look deeply at your eyes and to find my own reflection.

I'm in love, and always will be.

Tuesday, April 29, 2014

Membagi Kebenaran

Kita (baca: manusia), memang selalu punya pemikirian idealis sendiri-sendiri. Entah baik atau jahat, tidak ada yang bisa menyimpulkan itu. Karena pada dasarnya, hal-hal seperti itu yang akan membentuk nilai kebenaran; dan membentukmu secara utuh.

Apa yang saya rasa benar, tidak selalu terbaca benar di benakmu. Yang Anda bisa lakukan adalah melihat, bukan memahami sampai sedalam apa yang saya rasakan. Namun, saya sungguh sangat berterimakasih atas afeksi dan empatinya. Setidaknya, ada sesuatu untuk dibagi; sehinngga tidak seberat sebelumnya.

terimakasih.

@albert_karwur
30 April 2014

Wednesday, April 9, 2014

Sudahkah kamu tersenyum hari ini?


Sudahkah kamu tersenyum hari ini? Pagi ini sangat cerah. Seiring fajar melepas rindunya, para manusia terbangun meyambutnya. Kian lama kita semakin terhanyut dalam nuansa hangat. Mendengar kicauan burung, melihat langit biru muda yang terbentang luas, dan tentunya, membaca pesan singkat darimu. Siapa yang tidak tersenyum?

Sudahlah, tak usah ditutupi. Aku tahu kamu pasti juga sedang tersenyum.


Cukup sebelas digit huruf untuk menyadarkanku dari kantuk. “Selamat Pagi”, lengkap dengan emoticon senyum yang membuatku terbayang indahnya senyummu, komplit dengan segala euforia ini.


Semakin cepat waktu terlahap, tidak terasa mentari dan segala kawanannya menghilang. Datanglah malam. Kita lelah, semua lelah, tertarik menuju kasur; melepas letih.



Genaplah satu hari selesai. Terasa pendek dan cepat, tapi tak apalah.
Toh aku sudah tidak sabar untuk tidur; agar melihatmu tersenyum kembali besok.

@albert_karwur
10 April 2014

Monday, February 24, 2014

Dunia yang Gelap

Dunia ini sebetulnya gelap. Sangat gelap. Gambaran yang terlintas semasa hidupmu hanyalah imajinasi; rekaan pikiranmu sendiri. Itu hanyalah dogma yang tumbuh dalam otak. Dan semua indra yang kau dapati, bukanlah indra kehidupan. Meraba, mencium, membaui, melihat, mendengar; anjing juga dapat melakukan itu semua kok. Mereka yang kau lihat hanyalah topeng, suara yang kamu dengar cuma angin yang ingin mengusikmu; menjatuhkanmu. Wajar saja karena manusia memang sehendaknya selalu memiliki keegoisan untuk membentuk dunia idealnya sendiri; yang kita sering sebut pendapat. Semua 'indra' yang lain hanyalah penyedap rasa; yang membuat dunia semakin realis.

Indra sejati hanya milik mereka yang menyala. Mereka yang membakar dirinya sendiri; ditengah gelap malam. Seolah lilin-lilin yang menghiasi jagat, mereka akan bersinar. Tentunya, mereka akan meleleh lebih cepat, daripada mereka yang berlindung dalam fiksi; demi menjaga api yang kian redup. Bukan persoalan siapa yang lebih lama bertahan dengan apinya, namun seberapa terang api itu terpancar. Kehadiran mereka ini yang membuat dunia berimbang, setidaknya ada penerangan kecil di setiap sudutnya.

Paling tidak lebih baik dunia yang gelap dengan lilin-lilin yang sederhana, penerangan yang secukupnya. Daripada dunia yang terang sehingga terlihat semua kebusukkan manusia.

Mungkin lebih baik begini. Entahlah,

@albert_karwur
25 Februari 2014

Friday, January 31, 2014

Foto

Foto itu menggambarkan seribu kata. Tidak perlu caption atau penjelasan lebih, itu sudah cukup. Bukannya mau subjektif, hanya saja senyummu itu tidak menipu. Tanpa kau jelaskanpun, aku sudah tau kamu cukup bahagia. Tapi kamu itu, memang tidak adil. Kamu memilih tersenyum, mencuri hati semua orang. Kamu memang cantik. Siapa yang tidak terpukau melihatmu ? melihat duniamu ? Kurasa itu sebabnya juga; banyak yang mejagamu, mengkhawatirkanmu. Bagi beliau yang berlaku demikian, sungguh terimakasih banyak. Terlalu berharga senyum itu, aku sungguh takut ketulusannya rusak. Senang, tapi juga sedih; karena tidak bisa menjadi beliau. Beliau yang mengisi harimu, dan menyelimuti hatimu. Bukannya tidak mampu, tapi belum bisa menjadi Beliau. Aku hanya berdoa yang terbaik untuk esok hari. Terus berharap, kelak kapan kesempatanku berfoto denganmu.

Kelak, suatu saat nanti.
Tunggulah.

@albert_karwur
1 February 2014


Monday, January 13, 2014

Parfummu


Aroma yang kau sebar, bukan yang kusukai. Baunya bukan seperti ini, lebih lembut; yang ini rasanya seperti bau pohon cemara ditengah hujan gerimis. Pilu, seolah berwarna biru. Bau ini terasa pekat di hidungku, sangat menyengat; tidak seperti raut di wajahmu. Jangan kau gambarkan tawa dengan bau ini, terasa munafik.

Darimanakah kau dapat wewangian ini? Kudengar parfum ini kau dapati dari kios di persimpangan jalan menuju tugu tua. Kuakui, parfum buatan kios tersebut banyak disukai orang, hanya saja tidak cocok denganmu. Ini terlalu pekat dengan bahan-bahan anorganik; mungkin saja sudah tercampur dari bahan-bahan yang dapat merusak kulitmu.

Lihat mukamu, palsu bukan? Sudahlah, jangan menangis. Aku sudah tau reaksimu akan begitu, klasik sekali. Aku tidak marah kok. Kenapa sedih ? Kau rindu dirimu yang lama bukan ?

Beruntungnya aku sudah siapkan resep parfummu itu, karena aku sangat suka itu. Bahan-bahannya organik, langsung dari taman desa kok. Kau hanya butuh 3 buah jahe pertemanan, 2 siung bawang semangat, dan setetes madu kekeluargaan; rebus dengan daun tawa. Jadilah parfumnya; kini, semprotkan saja sekali ke tubuhmu.

Harum kan?
Kenapa hanya menyengir?
Kau pasti senang kan?

Aku sudah tau reaksimu akan begitu, klasik sekali.




@albert_karwur
13 January 2014

Saturday, January 11, 2014

Gosip itu kata Sifat

Salah satu  tindakan yang paling saya benci di dunia ini adalah bergosip. Apalagi kalo tidak hanya membicarakan orang lain, tapi lebih merujuk kepada menjelek-jelekkan orang lain. Tidak ada gunanya, tidak ada hikmahnya. Kalanya pada jaman sekarang banyak sekali manusia dengan jenis seperti ini. Saking banyaknya, mungkin kini kata kerja tersebut dapat digolongkan dalam kata sifat. Iri hati, dendam, terluka, salah pengertian, dan masih banyak lagi alasan manusia melakukan tindakan ini. Apalagi kalau anak muda jaman sekarang yang biasa habis putus, pihak laki-laki menjelek-jelekkan mantannya; begitu pula pihak perempuan. Seringkali tindakan ini juga dijadikan propaganda politik untuk menjatuhkan seseorang. Seseorang menyebar isu yang nyentrik, dan umumnya bersifat menjatuhkan dengan tujuan agar pandangan masyarakat sekitar berubah.

Dapat dikatakan dalam peristiwa ini ada 3 pihak. Pihak pertama adalah orang yang memiliki masalah dengan orang lain (pihak kedua), sedangkan pihak kedua bergosip pada lingkungan pertemanannya (pihak ketiga). Umumnya dalam keadaan begini, pihak pertama dan kedua akan saling menjelek-jelekkan satu sama lain pada pihak ketiga. Saya kira ini cukup keliru. Sifat kekanak-kanakan untuk bergosip ria ini pasti sangat disebabkan oleh terlalu sempitnya pikiran sehingga tidak mau berpikir objektif; berpikir dalam banyak perspektif. Pasti setiap orang yang melakukan tindakannya berbuat demikian sehingga membuat orang lain tersinggung karena berpegang pada nilai kebenarannya. Ia merasa tindakannya paling benar; dan tentunya sejalan dengan ideologi yang dianutnya sehingga pada akhirnya bergosip pada pihak ketiga, dengan harapan untuk menyelesaikan masalah, ataupun kepuasan semata. Hina sekali.

Hal ini tidak akan menyelesaikan masalah, malah membuatnya tambah parah. Masalah akan melebar ke lingkungan. Sekalipun akhirnya masalah terselesaikan; tetap akan menyisakan noda dalam benak lingkungan sekitar. Masalah seperti ini dapat terselesaikan dengan bertemunya pihak pertama dan kedua secara empat mata, dan bermusyawarah untuk menemukan titik terang dari permasalahan tersebut. Saya kira, masyarakat dewasa semestinya tau akan solusi ini namun tidak pernah terbersit untuk melakukannya. Kalaupun ada, pasti merupakan kaum minoritas.

Harapan saya hanya agar dunia ini bisa menjadi tempat yang lebih nyaman tanpa kehadiran perilaku-perilaku tidak terpuji seperti itu. Toh, kalaupun digosipkan seperti itu biarlah nantinya lingkungan sekitar yang menjudge sendiri apakah orang tersebut sesuai seperti yang digosipkan atau tidak.


@albert_karwur
11 January 2014

Hujan itu Indah


11 Januari 2014, hujan turun deras sekali setelah seharian kita beraktifitas dibawah terik matahari. Sepertinya bumi juga perlu membasuh dirinya, bak manusia yang perlu mandi. Mungkin dia merasa kotor? Entahlah. Terlepas dari itu, air terus bergerak mengisi pergerakan dalam bumi. Dia jatuh ke tanah, sungai, danau, maupun laut. Kemudian pada siang hari, bulir-bulir kecil tetesan air itu terangkat ke awan-awan dengan bantuan surya, atau yang biasa dikenal dengan istilah evaporate. Mereka akan terus berada diatas sana, hingga terkumpul kawan-kawannya yang menghitamkan awan. Setelah beribu liter air terkumpul di awan, mereka jatuh kembali ke bumi yang sering disebut hujan. Seringkali atraksi hujan ini dihiasai pertunjukkan dari petir yang menghiasi langit. Guntur bersahut-sahutan untuk melengkapi panggung konser langit; dan semua basah. Akan sangat beruntung jika kaudapati matahari melengkapi pertunjukkan ini, dapat terlihat busur langit dengan tujuh warna yang bermatamorfosis dari dispersi cahaya akan butiran hujan.

Indah bukan? Siapa bilang hujan tidak indah, hanya mereka yang belum pernah bermain dalam hujan yang akan mengeluh. Memang hujan sering digambarkan sebagai peristiwa yang menyedihkan, sering terlihat dalam adegan galau film romantis. Memang hujan mengingatkan kita berbagai peristiwa yang telah berlalu. Rasanya indah saja, dapat mengenang kembali berbagai perisitiwa saat memandangi hujan. Seperti sebuah mesin waktu, dan kemudian kita berandai; “seandainya saja”.


Malam ini kunikmati hujan yang turun dengan memutar lagu, sambil berandai-andai pada masa lalu. Rasanya malas kembali ke realita.

@albert_karwur
11 January 2014