Friday, August 30, 2013

Filosofi Eksistensi Agama

Tulisan di bawah ini berisiikan pemikiran filosofis yang entah benar atau tidak, hanya merujuk pada logika pembaca semata serta beberapa fakta. Penulis memnita maaf tidak bisa menulis pustaka karena terlalu sumber berita berasal dari televisi serta berbagai alamat website yang sudah lama dibuka, jadi kebenaran berita tergantung dari kebijakan pembaca. Bukan untuk menyesatkan agama maupun pola pikir, hanya pemikiran idealis yang wajar berkembang pada abad ke-21. Sekali lagi, diharapkan kebijakan pembaca.

Apakah anda beragama ? Pernah saya berdiskusi dengan seorang dosen pada matakuliah agama mengenai bagaimana terciptanya agama. Dalam pembahasan tersebut, dikatakan bahwa agama tercipta dari animisme dan dinamisme. Pada jaman purbakala, manusia menganggap ada sebuah sosok superior yang mengendalikan tatanan struktur dalam dunia. Sebaliknya, manusia mengkastakan dirinya sebagai mahkluk yang inferior dihadapan sosok tersebut. Sebagai contoh, jaman dahulu manusia tidak mengerti bagaimana petir bisa ada dan mengeluarkan guntur; bagaimana bisa hujan turun; dan sebagainya. Disini peran Tuhan muncul sebagai jawaban. Jadi, disimpulkan bahwa agama berasal dari pemikiran tersebut. Perihal kemudian terdapat berbagai agama di dunia merupakan distorsi ruang dan waktu pada belahan dunia yang akhirnya berkembang menjadi kepercayaan setempat.

Bisa dikatakan, agama adalah jawaban yang semestinya tidak dipertanyakan. Namun disini, kita akan mencoba melawan aturan ini.

Benarkah sosok superior itu berasal dari pemikiran manusia semata ? kurasa tidak. Terlalu banyak kejanggalan yang terdapat pada sejarah peradaban manusia yang katanya menciptakan agama. Dipercaya, manusia jaman batu menggambar di gua untuk menceritakan kisah yang telah dialaminya dalam hidup. Dapat ditemukan gambar manusia sedang berburu, dan beberapa hal wajar yang dapat dipikir secara nalar. Namun, apakah ada penjelasan mengenai gambar manusia setengah hewan setengah manusia pada gua-gua tersebut. Saya rasa tidak, dan lebih tidak mungkin lagi cerita tentang manusia setengah manusia setengah hewan dibuat-buat. Bahkan nyatanya beberapa diantaranya termasuk dalam budaya suatu tempat. Misalnya Minotour yang merupakan makhluk setengah manusia dan setengah banteng/kuda. Minotour hidup dengan memakan manusia sebagai korban persembahan. Katakanlah cerita ini merupakan legenda semata. Namun rasanya mustahil pemikiran satu individu bisa mempengaruhi seluruh masyarakat (society) tentang keberadaan makhluk ini, serta tradisinya. Lebih mustahil lagi, jika masyarakat secara tiba-tiba dan serentak meyakini hal ini, apalagi sampai menjadi bagian dari budaya.

Secara logis, manusia purbakala ingin mengirim pesan bahwa makhluk-makhluk ini pernah ada melalui gambar-gambar di dinding gua. Sebuah contoh yang lebih janggal adalah bentuk-bentuk dewa pada agama Buddha dan Hindhu. Dalam agama-agama ini, dipaparkan terdapat berbagai dewa yang mengendalikan keberlangsungan kehidupan dunia. Dapat dilihat gambaran dewa yang diwakilkan dalam bentuk stupa di dalam candi-candi. Kalau anda berkunjung ke salah satu candi besar (seperti candi borobudur atau candi prambanan), umumnya terdapat stupa dewa serta jalan cerita kehidupan di dinding candi tersebut. Kini pertanyaannya adalah bagaimana pahatan, bentuk dewa, serta jalan cerita dibuat sedetail dan secanggih itu ? apakah hanya dengan kekuatan pikiran yang terdistorsi ? Harus ada penjelasan logis tentang asal mula hal-hal seperti ini. Seperti pada salah satu candi di Asia Tengah yang pada waktu titik balik matahari akan masuk sinar matahari dan sinarnya tepat mengenai stupa yang ada di dalam candi tersebut. Saat dikaitkan dengan teknologi jaman tersebut rasanya mustahil kalau hanya dengan pemikiran manusia membuat candi sedemikian rupa.

Hal yang serupa dapat dijumpai pada peradaban Mesir kuno. Mesir memang terkenal dengan peradaban mesir kunonya, dan yang menjadi fakta menarik adalah letak piramida yang merupakan makam raja. Cahaya matahari yang terpantul mengenai tiap permukaan piramida dengan skala intensitas cahaya yang cukup dan akan terpantul kedalam dan berpusat pada titik pusat piramida, yaitu makam raja tersebut. Ini terdengar sangat mustahil, karena kita tahu pada jaman tersebut Socrates maupun Aristoteles belum lahir; apalagi ilmu geometri yang sangat dibutuhkan dalam pembuatan piramida. Ka'bah di Mekkah milik kaum islam juga memiliki kasus geometris. Letak Ka'bah merupakan letak dimana beberapa pusat matahari, bulan, maupun garis bumi bertepatan di kotak hitam tersebut. Bagaimana orang jaman dahulu bisa mengenai letak geometris yang begitu rumit ? Mengapa Ka'bah harus diposisikan dalam tempat tersebut ?

Kasus ini hampir sama dengan gereja tua di Ethiopia. Raja ethiopia pada jaman tersebut diceritakan diberi wahyu oleh Tuhan untuk membangun gereja di Ethiopia untuk menyimpan tabut perjanjian Allah. Menariknya, gereja ini didirikan kebawah; alias gereja di bawah tanah. Ajaibnya, gereja tersebut bukan dibuat; namun dikeruk dari batu yang berasal dari tanah tersebut. Menurut para ahli arkeolog, hal ini tidak mungkin dilakukan oleh manusia pada jaman tersebut. Bahkan pada jaman sekarang, membuat gereja seperti itu paling tidak membutuhkan peralatan yang benar-benar canggih serta arsitek gereja veteran. Konon, pembangungan gereja itu terdapat 2 sesi pekerja. Manusia mengerjakan pembangunan pada siang hari, dan malaikat mengerjakan pada malam hari saat manusia tertidur. Secara logis, sosok yang disebut malaikat lebih menyerupai sosok extra-terrestrial yang memiliki teknologi canggih untuk menyulap pembuatan gereja tersebut.


Mungkin dulu memang pernah ada makhluk extra-terrestrial yang sangat membantu peradaban manusia. Contoh yang lebih jelas tentang eksistensi makhluk ini adalah stonehendge yang merupakan tumpukan batu gigantic di Wiltshire, Inggris. Tumpukan batu ini dipercaya berumur 2000 tahun sebelum masehi dan beratnya berton-ton. Bagaimana jawaban logis dari berpindahnya batu ini pada padang rumput tersebut ? Benarkah kekuatan pikiran yang menciptakan susunan teratur batu yang beratnya berton-ton berada di tengah padang rumput ? Saya pikir, jawaban religius tidak akan sampai untuk menjawab pertanyaan ini. Apakah benar selama ini hidup kita ternyata dimanipulasi oleh sosok tidak jelas ? Apakah beragama masih menjadi bagian kebutuhan primer kita ? Apakah benar agama yang kita pegang teguh benar berasal dari pemikiran superior-inferior manusia ?

Terlepas dari permasalahan agama yang menjadi pemersatu dan pembeda dalam kehidupan, agama masih berperan penting pada jawaban kematian. Secara biologis, setelah manusia mati akan menjadi kumpulan protein tidak berguna yang cepat atau lambat akan menjadi makanan pengurai. Namun, agama tetap akan menjadi andalan untuk menjawab kemana kita (jiwa) akan pergi setelah mati. Disisi lain, paling tidak dengan iming-iming surga dapat membuat manusia berperilaku yang benar dan baik. Walau tidak ada jaminan riil, manusia hanya bisa percaya. Walaupun pasti kelak manusia akan mengetahui rahasia anti-aging agar hidup sangat lama (selamanya bisa saja), kita hanya bisa membongkar teori-teori masa lalu yang telah tertanam dalam benak kita dengan logika dunia filosofis.

31 August 2013
@albert_karwur

No comments:

Post a Comment